RADARSUMBAR- Partai NasDem hari ini menggelar kongres partai untuk memilih ketua umum hingga lima tahun ke depan. Kongres partai digelar di tengah isu sikap mendua NasDem dari kubu koalisi pendukung Presiden Joko Widodo. Isu mencuat lantaran dalam beberapa pekan terakhir, Ketua Umum NasDem Surya Paloh gencar melakukan safari politik ke sejumlah partai oposisi.
Pada Rabu pekan lalu jajaran pengurus DPP Partai NasDem mengunjungi kantor DPP PKS di Jakarta pada Rabu (30/10). Seusai pertemuan, Surya Paloh dan Presiden PKS Sohibul Iman tampak akrab dan berangkulan. Namun, mereka membantah membahas agenda tertentu, seperti Pilpres 2024.
Surya juga dijadwalkan bertemu Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan atau Zulhas dalam waktu dekat. Pertemuan itu, kata Zulhas, akan membahas rencana kolaborasi di Pilkada 2020 dan proyeksi untuk Pilpres 2024.
Selain itu, Surya Paloh sudah lebih dulu bertemu dengan Gubernur DKI Anies Baswedan. NasDem pun beberapa kali memberikan pembelaan kepada Anies terhadap sejumlah isu di Jakarta. Anies bahkan diundang ke Kongres Partai NasDem dan akan memberikan sambutan.
Safari politik NasDem itu dianggap sebagai sesuatu yang bisa memicu konflik di tubuh koalisi. Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris bahkan menyebut NasDem sebagai duri dalam daging bagi koalisi pendukung Presiden-Wapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin karena mesra dengan oposisi.
Syamsuddin juga menyebut sikap partai pimpinan Surya Paloh itu sebagai kekecewaan atas jatah kursi kabinet sekaligus persiapan Pilpres 2024.
“Sikap NasDem ini sudah menjadi, bukan akan lagi, [tetapi] menjadi duri dalam daging dalam koalisi Jokowi. Makanya Jokowi mengatakan kok mesra banget pelukan, rangkulannya Surya Paloh dengan Sohibul Iman,” kata dia saat dihubungi radarsumbar.co.id melalui sambungan telepon, Kamis (8/11).
Langkah NasDem itu pun mengundang sempat komentar dari Presiden Jokowi, terutama terkait kemesraan Surya dengan Sohibul Iman.
“Tidak pernah saya dirangkul oleh Bang Surya seerat dengan Pak Sohibul Iman,” ujarnya, dalam acara HUT ke-55 Partai Golkar, di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (6/11), yang disambut tawa hadirin.
Menurut Syamsuddin, akan lebih elok bila NasDem terang-terangan keluar koalisi dan mencabut menteri-menterinya dari kabinet Jokowi dan serius menjadi oposisi. Meski begitu, Haris memperkirakan Partai NasDem tak akan melakukannya.
“Masalahnya, koalisi kita itu koalisi yang oportunistik, tidak ada basis platform politik yang mendasarinya, lebih pada persamaan kepentingan dalam mengusung calon presiden,” jelas Haris.
Dihubungi terpisah, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengingatkan situasi Jokowi dan NasDem ini pernah dialami Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat itu, PKS dan Partai Golkar yang punya menteri di kabinet tapi kerap merongrong pemerintah dengan kritik tajam.
“Ini mengulang sejarah. PKS ada dalam koalisi SBY. Namun sering mengkritik pemerintahan SBY,” kata Ujang.
Ujang menerjemahkan gelagat NasDem tersebut sebagai kekecewaan atas pembagian kursi di kabinet, dan terhadap sikap Jokowi yang menarik Partai Gerindra ke koalisi. Hal itu, katanya, diperparah dengan kursi Jaksa Agung yang tak lagi jadi milik kader Partai NasDem.
“Diawali kecewa karena Surya Paloh tidak diajak bicara komposisi menteri untuk NasDem, ditambah lagi mendapat jatah kementerian yang tidak strategis,” kata dia.
“NasDem tak akan bermanuver jika tak ada kekecewaan di atas. Ada asap pasti ada api. NasDem bermanuver berarti ada masalah di internal koalisi Jokowi,” tutur Ujang lagi.
Selain itu, Ujang menilai NasDem tengah melakukan penjajakan terhadap calon yang berpeluang di Pilpres 2024.
“Anies didekati untuk cek ombak, untuk testing the water, ingin mengetahui respons publik,” tambah dia.
Diketahui, NasDem mendapat tiga kursi di kabinet Jokowi. Yakni, Menkominfo Johnny G Plate, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya sendiri menganggap sindiran Jokowi kepada Surya sekadar candaan untuk mencairkan situasi politik. Keduanya, kata dia, tetap memiliki kedekatan yang disebutnya “berada di atas normal” sejak lama, bahkan sudah “seperti abang-adik”.
Pertemuan dengan pihak-pihak opisisi pun dinilainya sebagai agenda silaturahmi kebangsaan. NasDem, kata Willy, ingin merangkul seluruh partai politik, baik di dalam maupun di luar pemerintahan untuk saling menghormati tugas-tugas konstitusional.
Sikap politik NasDem sendiri belum berubah. Mereka masih menyatakan sebagai pendukung Presiden Jokowi. Dan dalam kongres hari ini, NasDem akan kembali merumuskan sikap politiknya, termasuk dalam menyongsong Pemilu 2024 mendatang. (SQ1)