Venesia, Kota Terapung yang Makin Tenggelam

 International

RADARSUMBAR– Sepatu bot dan payung. Itulah hal yang wajib dibawa di Kota Venesia menjelang akhir tahun. Dua senjata tersebut paling ampuh untuk mengatasi musim hujan di wilayah laguna Italia yang termasyhur itu. Pengelola hotel pun menyediakan bot plastik sekali pakai bagi turis yang tak membawa perlengkapan.

Keindahan Venesia yang mengambang di perairan payau terus menarik wisatawan dari berbagai penjuru dunia. Pajak masuk dan menginap tak lantas membuat turis mengurungkan niat untuk berkunjung. Apalagi ”hanya” acqua alta.

Bagi beberapa turis, banjir di kota tua tersebut merupakan salah satu atraksi. Banyak yang mengabadikan momen dengan berswafoto. Beberapa nekat berenang di tengah banjir bandang. Namun, pandangan penduduk Venesia jelas berbeda. ”Kami sedang bertekuk lutut,” ujar Wali Kota Venesia Luigi Brugnaro sebagaimana yang dilansir Associated Press.

Berbeda dengan turis kota yang tinggal sementara, warga Venesia harus berurusan dengan bencana tersebut setiap tahun. Saat kota tenggelam, mereka harus merelakan kursi, meja, dan karpet untuk dijadikan ”jembatan” sementara di jalanan. Setelah banjir, mereka harus memperbaiki rumah dan tempat usaha.

Perasaan mereka makin pedih saat acqua alta datang tahun ini. Banjir rob yang dipicu badai besar itu sangat mengerikan. Pemerintah mencatat ketinggian air mencapai 1,87 meter. Bencana terbaru mendekati rekor rob 1966, yakni 1,94 meter.

”Rasanya seperti kiamat. Saya sampai bergidik,” ucap Marina Vector, pemilik toko oleh-oleh di Venesia, kepada Agence France-Presse.

Dia bersama suaminya menjalankan toko Bauta, topeng festival khas Venesia, di wilayah St Mark’s Square. Wilayah tersebut merupakan titik terendah di Venesia sekaligus yang paling terdampak acqua alta.

Seperti penduduk lainnya, Vector punya cara untuk mencegah tokonya kemasukan air. Saat mendengar sirene peringatan banjir, mereka langsung memasang penghalang dari marmer di pintu masuk. Sayangnya, badai Selasa malam lalu terlalu ganas dan penghalang yang dipasang pecah. Semalaman, Vector dan suaminya menggunakan ember untuk mengeluarkan air dari toko mereka. ”Semuanya hilang,” katanya.

Christina, penduduk lokal lainnya, hampir menangis mengingat pemandangan malam itu. Dia melihat ”jembatan” yang dibuat dari kursi dan meja sudah tersapu banjir. Orang-orang yang mencari tempat aman terpaksa memanjat lewat jendela. ”Saya tidak pernah melihat bencana seperti ini seumur hidup saya,” ungkapnya.

Pemerintah sudah mengutus 150 pemadam kebakaran untuk melakukan misi penyelamatan. Dalam semalam, mereka melakukan 250 misi penyelamatan. Masih ada pekerjaan rumah (PR) untuk memindahkan perahu dan kapal yang terdampar di jalanan.

Pierpaolo Campostrini, anggota dewan gedung basilika St Mark, menyatakan bahwa skala banjir seperti Selasa lalu hanya terjadi lima kali dalam catatan katedral. Namun, yang paling mengkhawatirkan adalah tiga di antara lima insiden parah itu terjadi dalam 20 tahun terakhir. Termasuk acqua alta tahun lalu yang mencatat ketinggian air hingga 1,56 meter.

”Saya tidak bergurau. Sebanyak 80 persen kota tenggelam,” ujar Gubernur Veneto Luca Zaia kepada stasiun televisi Mediaset.

BBC melansir, ada dua korban jiwa akibat bencana tersebut. Salah satunya adalah lansia yang tersetrum saat ingin menghidupkan pompa penyedot air. Kebakaran juga terjadi di Museum Ca’ Pesaro setelah terjadi korsleting. (SQ1)

Related Posts