RADARSUMBAR – Kordinator Jikalahari, Made Ali Sabtu (9/11/19) mengatakan bahwa pola ruang dalam Peraturan Daerah (Perda) No 10 Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Riau 2018 -2038 sangat timpang.
Dari 8.908.254,14 ha luas Riau, diatur seluas 7.967.083,51 Ha atau setara 89 persen dari luas Riau untuk budidaya. Sedangkan kawasan lindungnya hanya seluas 941.170,63 ha atau setara dengan 11 persen luas Riau.
Hal itu menurut Made Ali, dirasakan sangat kurang kawasan lindung (kawasan konservasi) di wilayah Riau. Bagaimana tidak, kawasan budidaya seluas 7,9 juta Ha telah dikuasai oleh korporasi sebanyak 78 persen atau seluas 6.238.868,85 ha untuk hutan produksi, kawasan industri, tambang dan perkebunan besar.
Sisanya hanya seluas 1.728.214,66 ha atau 22 persen saja yang diperuntukkan untuk hutan adat, hutan rakyat, ruang terbuka hijau, pariwisata, perkebunan rakyat, kawasan pertanian dan pemukiman.
Untuk itu, tambahnya, Jikalahari mendesak Gubernur Riau dan DPRD Provinsi Riau periode 2019 – 2024 untuk melakukan revisi Perda No 10 tahun 2018 tentang RTRWP Riau 2018 – 2038 berdasarkan putusan Mahkamah Agung no 63.P/HUM/2019 terkait Judicial Review Perda no 10 Tahun 2018 yang diajukan Jikalahari Bersama Walhi.
“Putusan MA ini bentuk koreksi atas kekeliruan yang dilakukan oleh DPRD Provinsi Riau periode 2014–2019 dan Gubernur Riau periode Asryadjuliandi Rachman. Karena mereka menutup ruang partisipasi publik untuk terlibat dalam penyusunan tata ruang dan wilayah Provinsi Riau,” ungkap Made. (SQ1)