RADARSUMBAR- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan temuan desa fiktif di Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan modus baru yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan keuangan negara.
“Ya, kalau sudah terjadi rekayasa atau bukan fakta sebenarnya dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum yang berpotensi melanggar hukum, sehingga harus diusut,” kata Agus Rahardjo di Kendari, Kamis.
Meskipun KPK belum memiliki data yang valid tentang dugaan desa fiktif di Kabupaten Konawe, namun lembaga antirasuah tersebut berkomitmen mengawal penanganannya.
Informasi yang dihimpun menyebutkan pertengahan Tahun 2019 Polda Sultra telah memeriksa sejumlah pihak yang memiliki tanggung jawab sehubungan dengan dugaan desa fiktif di Kabupaten Konawe, bahkan mendapat pendampingan dari KPK.
“KPK memiliki kewenangan melakukan koordinasi, monitoring dan supervisi penanganan kasus-kasus yang ditangani pihak kejaksaan maupun kepolisian,” ucapnya menegaskan.
Mengenai desa fiktif di Konawe yang dilaporkan telah menerima transfer dana dari pemerintah pusat menjadi pintu masuk penyelidik untuk mengungkap secara terang benderang masalah tersebut.
“Kalau ada transfer berarti ada yang mengusulkan. Siapa yang mengusul pasti diketahui. Apa benar hanya camat yang mengusulkan tanpa sepengetahuan bupati setempat. Inilah yang harus diungkap tuntas,” ujarnya.
Jika terjadi transfer dana desa beberapa tahun lalu, namun disadari terdapat kekeliruan maka mestinya dikembalikan ke kas negara bukan menjadi silpa atau sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenan.
Ketua KPK Agus Rahardjo berada di Kendari atas undangan DPRD Sultra sebagai narasumber kegiatan “Publik hearing atas rencana revisi Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pemilihan Kepala Daerah”.
Publik hearing yang dibuka oleh Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Shaleh dan bertindak sebagai moderator Wakil Ketua DPRD Sultra Muh Endang diikuti unsur KPU Sultra, Bawaslu, organisasi
kemahasiswaan, kaum intelektual dan penggiat Pemilu berintegritas.